Akuntansi dalam sejarah islam

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan "double entry". Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku "Teori Akuntansi", disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku "Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita" dengan memuat satu bab mengenai "Double Entry Accounting System". Dengan demikian mendengar kata "Akuntansi Syariah" atau "Akuntansi Islam", mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.
Sesungguhnya sejarah akuntansi, sebagaimana yang ditulis oleh para ahli sejarah Barat dan menurut apa yang kami kemukakan di bab I, menunjukkan bahwa akuntansi secara umum atau apa yang dinamakan dengan sistem doubele entry secara khusus tumbuh dan berkembang di Eropa, yaitu di Republik Itali. Di antara referensi yang dapat dilihat, baik yang berbahasa Arab maupun yang berbahasa Inggris, tidak kami dapati penyebutan apa pun tentang apa yang terjadi di negara Islam. Boleh jadi, pengabaian peran negera Islam dalam pengembangan akuntansi karena disengaja atau karena ketidaktahuannya. Sesungguhnya kita semua mengetahui dengan baik peran yang dimainkan oleh negara Islam dalam pengembangan berbagai ilmu dan seni. Hal ini mencakup akuntansi keuangan.
Namun apabila kita pelajari "Sejarah Islam" ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan "hafazhatul amwal" (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan "Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya
Dengan izin Allah SWT, dalam bab ini, kami akan menjelaskan sejarah perkembangan akuntansi di dunia Islam, yaitu akan kami jelaskan dalam pembahasan pertama, sehingga pembaca mengetahui mata rantai sejarah akuntansi yang lepas itu. Kami juga akan menjelaskan faktor-faktor penyebab perkembangan akuntansi di negara Islam, dalam pembahasan kedua. Kita mohon kepada Allah semoga Dia memberikan pertolongan dan taufik-Nya kepada kita

B. Tujuan
Tujuan saya membuat makalah ini adalah untuk mengulas sedikit tentang sejarah munculnya akuntansi islam, apakah ada dalam peradaban nabi dan para sahabatnya menggunakan akuntansi islam dan apakah sudah dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam berbisnis maupun yang lainnya, serta melihat bagaimana penerapannya dan membandingkan dengan keadaan sekarang apakah sudah sesuai dengan peraturan yang ada dalam Al Qur’an dan sunnah sert ijma’ yang ada.
 
BAB II
AKUNTANSI DALAM LINTASAN SEJARAH ISLAM

Belum banyak leteratur dalam bahasa Inggris yang kita peroleh untuk membahas isu Akuntanasi dalam sejarah islam, diharapkan dalam perjalanan waktu hal ini akan banyak diungkapkan dengan penerjemahan buku-buku Arab kedalam bahasa Inggris atau Indonesia. Disini kita kan mencoba melihat bagaimana praktek akuntansi (sejauh yang ada dalam literature) di negara yang dapat dikategorikan sebagai negara yang islamnya dominan. Studi mengenai topik ini belum banyak sehingga barangkali analisa kita juga belum lengkap. Kita perlu mengarahkan penelitian kita untuk mengali praktek akuntansi dinegara atau di masyarakat yang hukum sosialnya menerapkan dasar islam. Khususnya selama kurun waktu kejayaan islam sejak zaman Rasulullah sampai abad ke 10 Masehi. 
Penulisan akuntansi islam dalam lintasan sejarah ini diawali dari masa Pra islam, Masa Rasulullah SAW ( 1 – 23 H), Masa Khulafa Rasyidin, yaitu Abu Bakar Siddik (632 – 634 M), Masa Umar Bin Khattab ( 634 – 644 M), Masa Ustman Bin Affan (644 – 655 M), serta Masa Ali Bin Abi Thalib (655 – 661 M). Setelah masa pra islam, Rasulullah dan Masa Khulafa Rasyidin tersebut, maka penulisan akan dilanjutkan kemasa Umayah (661 – 750 M), lebih kurang selama 90 tahun, kemudian Masa Abbasiyah (750 – 1258 M), dan terakhir akan dilanjutkan pada masa Ustmani yaitu kekhalifahan terakhir umat islam sebelum dihancurkan oleh sekulerisme yaitu dari tahun 1258 sampai dengan tahun runtuhnya khilafah Ustmani yaitu tahun 1924M.

A. Pengertian Akuntansi dalam Islam
                  •         
  Katakanlah: "Apakah akan Aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal dia memberi makan dan tidak memberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintah supaya Aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik." (Al-An’am : 14) 

Sebelum membahas lebih jauh tentang sejarah akuntansi islam maka terlebih dahulu perlu diketahui pengertian akuntansi itu sendiri. Dalam buku A Statement of basic Accounting Theory dinyatakan akuntansi adalah “proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya”. Sedangkan American Institute of certified Public Accountant (AICPA) mendefenisikan akuntansi adalah seni pencatatan, pengolongan, dan pengiktisaran dengan cara tertentu dalam dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya. 
Accounting Principles Board (APB) Statement No. 4 mendefinisikan akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif”. Dengan demikian menurut Muhamad inti persoalan akuntansi adalah bahwa akuntansi merupakan sarana informasi dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Selanjutnya didasari pengertian-pengertian akuntansi diatas maka perlu pula di rekontruksi pengertian akauntansi islam tersebut seperti apa. Untuk menjawab pertanyaan ini maka Iwan Triyuwono dan Graffikin (1996) merupakan salah satu upaya mendekontruksi akuntansi modern kedalam bentuk yang humanis dan sarat nilai.
B. Persamaan dan perbedaan akuntansi syari’ah dan akuntansi konvensional
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya)
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan

Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh

Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis. Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul "On Islamic Accounting", Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada "meta rule" yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu "hanief" yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur'an. 
 •           
"......... Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS.An-Nahl/16:89) 

C. Kategori dalam mengislamisasi Ekonomi
Terdapat perbedaan pendapat tentang bagaimana meng islamisasi kan ekonomi, terdapat tiga main stream di kalngan ekonom dan cendikia islam dunia saat ini, yaitu : 
1. Mazhab Baqir as-Sadr
Mazhab ini berpendapat ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan Islam, Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif, yang satu anti islam, yang lainnya islam.
2. Mazhab Main Stream 
ini berpandangan tentang masalah ekonomi tidak berbeda dengan pandangan ekonom konvensional, yang berbeda hanya dalam hal pemecahan masalah ekonomi tersebut, dalam ekonomi islam pemecahan masalah ekonomi, dipandu oleh Allah lewat Al-Qur’an dan Sunnah, Tidak didasari dengan mempertuhankan hawa nafsu.
3. Mazhab Alternatif Kritis
 Mazhab ini berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme. Tetapi juga terhadap ekonomi itu sendiri. Mereka yakin bahwa islam itu pasti benar, tetapi ekonomi islami belum tentu benar karena ekonomi islami adalah hasil tafasiran manusia atas Al-Qur’an dan Assunnah. Sehingga nilai kebenaranya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi islam harus selalu diuji kebenaranya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.
Dari ketiga mazhab perkembangan ekonomi islam ini mempunyai alasan dan argumen masing-masing, begitu halnya dalam perkembangan akuntansi islam, idealnya akuntansi islam benar-benar lahir tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai ekonomi konvensional yang berideologikan kapitalis, namun kenyataanya akuntansi konvensional tersebut telah ada sementara akuntansi islam tersebut dalam proses mencari format, maka mau tak mau realitas mengatakan akuntansi islam terpengaruhi oleh akuntansi konvensional, maka dalam penulisan ini penulis merekontruksi pengertian akuntansi islam yang dipengaruhi oleh nilai-nilai akuntansi konvensional yaitu salah satu intrumen yang digunakan oleh pengambil keputusan dalam mempertimbangkan keputusan-keputusan bisnis. 

D. Akuntansi dalam lintasan sejarah Islam
1. Akuntansi di kalangan Bangsa Arab sebelum Islam
Mengawali sejarah peradaban Islam maka tidak akan lengkap jika tidak diawali dengan mengetahui perkembangan peradaban sebelum islam berjaya, dengan demikian untuk menyempurnakan pembahasan akuntanasi dalam lintasan sejarah ini maka terlebih dahulu kita telusuri akuntansi di bangsa arab sebelum islam.Allah SWT berfirman :
 •                    

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu)kebiasaan mereka berpergian pada musim dingin dan musim panas. Maka, hendaklah mereka menyembah tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menhilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” 
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa bangsa Quraisy mengandalkan pedagangan untuk mencari nafkah, yaitu mereka selalu melakukan perjalanan dagang pada musim panas dan musim dingin. Dengan demikian mau tak mau para saudagar Qurisy harus mengetahui dasar-dasar perhitungan (akuntansi) dalam transaksi perdagangan mereka, baik antar sesama mereka maupun dengan saudagar-saudagar asing di luar jazirah arab. 
Adapun tujuan akuntnaasi di kalangan bangsa rab (yang berdagang keliling) pada waktu itu adalah untuk mengetahui perubahan-perubahan dari jumlah asset, seperti untung dan rugi. Adapun untuk pedagang yang menetap, yang mayoritas pada waktu itu adalah orang yahudi, mereka memakai akuntansi sebagai sarana untuk mengetahui hutang-hutang dan dan piutang. Jadi, konsep akuntansi waktu itu dapat dilihat pada pembukuan yang berdasarkan metode penjumlahan statistik yang sesuai dengan aturan-aturan penjumlahan dan pengurangan.  

2. Zaman Rasulullah
Setelah munculnya islam disemenanjung Arab dibawah pimpinan Rasulullah SAW, serta telah terbentuknya daulah islamiyah di Madinah, mulailah perhatian rasulullah untuk membersihkan muamalah maaliyah (keuangan) dari unsure-unsur riba dan dari segala bentuk penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli, dan segala usaha untuk mengambil harta orang lain secara bathil. Bahkan Rasulullah lebih menekankan pada pencatatan keuangan. Rasulullah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini dan mereka diberi sebutan khusus, yaitu hafazhatul amwal (pengawas Keuangan). Diantara bukti seriusnya persoalan ini adalah dengan diturunkannya ayat terpanjang didalam al-qur’an, yaitu surah al-baqarah ayat 282. Ayat ini menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah), dasar-dasarnya, dan mamfaat-mamfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukuk yang harus dipedomani dalam hal ini. 
Para sahabat rasul dan pemimpin umat islam juga menaruh perhatian yang tinggi terhadap pembukuan (Akuntansi) ini, sebagaimana yang terdapat dalam sejarah khulafaur rasyidin. Adapun tujuan pembukuan bagi mereka di waktu itu adalah untuk mengetahui utang-utang dan piutang serta keketrangan perputaran uang. Seperti pemasukan dan pengeluaran. Juga, difungsikan untuk merinci dan menghitung keuntungan atau kerugian, serta menghitung harta keseluruhan untuk menentukan kadar zakat yang harus dikeluarkan oleh masing-masing individu. 
Dengan demikian jelas pula begitu besarnya perhatian islam terhadap akuntansi didalam perekonomian islam bahkan telah diterapkan pula beberapa undang-undang akuntansi yang telah ada seperti undang-undang akuntansi untuk perorangan, perserikatan (Syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan pengunaan harta (hijir), dan angaran negara. Maka dengan masa waktu semenjak tahun pertama hijriah sampai 23 hijriah, rasulullah SAW telah membangun fondasi akuntansi islam yang detail yang di belakang hari akan diteruskan oleh sahabat-sahabat beliau, sbegai khalifah penerus jejak langkahnya.Namun apabila kita pelajari "Sejarah Islam" ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan "hafazhatul amwal" (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan 
                         .................
"Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya........." 
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494. Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. 
Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu'ara ayat 181-184 yang berbunyi
         •     ••        •    •  

"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu." 
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut "tabayyun" sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: 
       •          
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa' ayat 35 yang berbunyi:
     •        
"Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.

3. Zaman Khulafa Rasyidin
a. Zaman Abu Bakar Siddik
Setelah Rasululullah SAW meninggal dunia maka pada tahun 632 M diangkatlah Abu Bakar Siddik sebagai khalifah pertama umat islam sepeningal Rasulullah SAW. Abu Bakar Siddik memerintah selama dua tahun yaitu smenjak tahun 632 – 634 M.
Selama sekiatar 27 bulan dari masa kepemimpinannya, Abu bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai dan orang-orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Salah satu suku telah mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya di antara mereka sendiri tanpa sepengetahuan hazrat Abu bakar.
Pada masa Rasulullah, pendapatan baitul maal 9selain hewan) disimpan di Mesjid nabawi, tapi pada saat itu tidak ada uang tunai yang teersisa. Berapapun uang yang masuk, langsung diditribusikan pada saat itu juga termasuk ketika baitul maal menerima uang sebesar 80.000 dirham dari Bahrain. Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar tinggal di Sikh, yang terletak dipinggir kota madinah tempat baitul maal dibangun. Abu Ubaida ditunjuk sebagai penangung jawab baitul mall. Setelah 6 bulan, Abu Bakar pindah ke madinah dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk baitul maal. 
Sistem pendistribusian yang lama tetap dilanjutkan sehingga pada saat wafatnya hanya satu dirham yang tersisa dalam perbedaharaan keuangan. Zaman Umar Bin KhattabAbu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerjaan Hirah. Ia digantikan oleh “Tangan kanan”nya, Umar Bin Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya seudah dekat, ia bermusyawarah dengan pemuka sahabat, kemudia mengangkat 
Umar sebagai pengantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam. Kebijaksanaan Abubakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara ramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulullah (Penganti dari penganti rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amirul Mu’minin (Komandan orang-orang beriman
b. Umar Bin Khatab 
memerintah selama 10 tahun yaitu dari tahun 13 – 23 H/ 634 – 644 M, selama masa pemerintahan Umar Bin Khattab banyak sekali perkembangan ekonomi yang dijumpai dan dirasakan umat islam.Beberapa Kebijakan Umar Bin Khattab di bidang ekonomi.
Karena perluasaan daerah terjadi dengan cepat, Khalifah segera mengatur adiministrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia, yaitu dengan membagi pemerintahan menjadi 8 wilayah propinsi : Mekkah, madinah, Syria, jazirah, basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Kemudian dimasa Umar Bin Khattab ini pulalah didirikan departemen-departemen didalam mengelola pemerintahan, ditertibkannya system pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan antara legislative dan yudikatif, dibentuknya jawatan kepolisian,Jawatan pekerjaan umum , mendirikan Bait al Mal, menempa mata uang dan menciptakan tahun hijriah 
Di masa Umar Bin Khattab, perkembangan bidang ekonomi ini sangat berarti, wajarlah kita mengatakan bahwa Umar Bin Khattab ini adalah ekonom yang sangat ulung dalam merencanakan perekonomian di masanya, hal ini dibuktikan dengan pada pidatao pengankatannya menjadi khalifah terdapat “Platform” kebijakan ekonomi yang akan diterapkannya sebagai berikut  
 Negara islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil hasil dari Kharaj dan harta Fai’ yang diberikan Allah kepada rakyat kecualimelalui mekanisme yang benar.
 Negara memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai dengan haknya; dan negara menambahkan subsidi serta menutup hutang.
 Negara tidak menerima harta kekayaan dari ahsil yang kotor, seorang penguasa tidak mengambil harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan, dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan, maka dia memakai dengan jalan yang benar.
Bahkan dizaman Umar Bin Khattab ini telah ada pula Anggaran Pendapatan Negara, yang dizaman ini dikenal dengan APBN. Umar Bin Khattab membaginya menjadi 4 bagian. , yaitu :
• Bagian I : Khusus untuk pengeluaran harta zakat, ayitu untuk kaum fakir, miskin, orang yang menangani zakat, orang yang terpikat oleh islam, budak, orang yang terjerat hutang, sbilillah dan Ibnu sabil.
• Bagian II : Khusus untuk pengeluaran dari 1/5 harta rampasan, yaitu untuk Allah SWT.
• Bagian III : Khusus untuk pengeluaran harta yang diserahkan kepada baitul mal berupa barang temuan dan peningalan yang tidak ada ahli warisnya, maka sumber pemasukan ini digunakan untuk memberikan infaq kepada kaum fakir.
• Bagian IV: Khusus untuk pembiayaan kemaslahatan umum. Ini dibiayai dari sumber pemasukan Jizyah, Kharaj dan ‘Usyur.
Demikian majunya perekonomian di zaman Umar Bin Khattab dan ini merupakan prototipe dari perekonomian islam sesungguhnya, maka pastilah semua perkembangan ekonomi tersebut mempunyai bentuk-bentuk pencataatan, maka bisa dipastikan bahwa di zaman Umar Bin Khattab ini telah ada Akuntansi islam, tetapi seperti apa format-formatnya, misalnya apakah telah ada buku besar, jurnal, laporan rugi laba dan seterusnya penulis belum menemukan letartur yang lebih rinci.
c. Ustman Bin Affan
Ustman Bin Affan termasuk orang-orang yang lebih dahulu masuk islam lewat atangan Abu Bakar. Beliau lahir di Mekkah Ustman bin Affan bin Abiel Aash bin Umaiyah, bin Abdu Syamis, bin abdu Manaaf. Ia adalah seorang yang jujur dan saleh, tetapi sangat tua dan lemah lembut. Dia adalah salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat nabi. Kekayaannya membantu terwujudnya islam di beberapa peristiwa penting dalam sejarah. Pada awal pemerintahannya dia hanya melanjutkan dan mengembangkan kebijakan yang sudah diterapkan khalifah kedua. Tetapi ketika menemui kesulitan-kesulitan – terlihat jelas bahwa bakat mereka berbeda - , dia mulai menyimpang dari kebijakan yang telah diterapkan pendahulunya yang terbukti lebih fatal baginya dan juga bagi islam 
Dimasa ustman ini untuk mengamankan zakat dari ganguan dan maslah dalam pemerikasaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, hazrat ustman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Dalam hubungannya dengan zakat, dalam sambutan Ramadhan biasanya dia mengingatkan “…lihat, bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki property dan utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yang dia miliki, apa yang dia utang dan membayar zakat untuk property yang masih tersisi…”. Dia juga mengurangi zakat dari pensiun. 
d. Zaman Ali Bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Thalib berkuasa selama lima tahun. Sejak awal dia selalu mendapat perlawanan dari kelompok yang bermusuhan dengannya, pemberontakan kaum Khariji dan peperangan berkepanjangan dengan Muawiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai penguasa yang independen didaerah syiria dan kemudian mesir. Khalifah sudah memindahkan ibu kota dari madinah ke Kufah tapi tidak ada gunanya.
Khalifah Ali dalam melaksanakan tugasnya mempiunyai konsep yang jelas tentang pemerintahan, dia mampu meberikan job description yang jelas kepada semua elemen pemerintahan yang terkait dibidangnya, di masa Khalifah Ali ini pula dengan jelas ali meminta kepada pejabat tinggi di pemerintahannya untuk membentuk pengadaan bendahara, dengan demikian melekat sekali tugas bendahara dengan accounting. Ciri laian yang ditemuai selama kepemimpinan Khalifah Ali adalah mendistribusikan seluruh pendapatan dan provisi yang ada di Baitul maal Madinah, Busra dan Kufah. Sistem Distribusi dilaksanakan pada setiap hari kamis, pada hari itu semua perhitungan telah diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai perhitungan baru. Mungkin cara ini dipandang terbaik dipandang dari segi hukum dan keadaan negara yang sedang mengalami perubahan kepemimpinan. Khalifah Ali meningkatkan tunjangan para pengikutnya di Irak.
4. Zaman Kekhalifahan Islam
a. Zaman Umayah
Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay. Nama pangilannya Abu Abdur Rahman al-Umawi. Dia dan ayahnya masuk islam pada saat pembukaan kota Makkah (Fathu Makkah), ia ikut dalam perang hunain, termasuk orang-orang mualaf yang ditarik hatinya untuk masuk islam, dan keislamannya baik serta menjadi salah seorang penulis wahyu.  
Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay inilah peletak batu dasar kekhalifahan Umayah yang berkuasa dari tahun 661 – 750 M, yang lebih kurang berkuasa selama 90 tahun, suatu prestasi yang luar biasa dari sejarah peradaban umat islam yang mampu mempertahankan sutu kekhalifahan selama itu, karena dalam sejarah Khulafa rasyidin yang paling lama bertahan adalah masa Ustman Bin Affan yang mampu betahan selama 12 tahun, yaitu 644 –655 M.
Walaupun diakui bahwa dikatakan masa kekhalifahan Umayah ini yang bertahan 90 tahun tersebut adalah kekhalifahan dimulai dari Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay dan diteruskan secara turun temurun terhadap anaknya dan keluarga penerusnya, yang memperlihatkan terjadinya pergeseran pemerintahan dari demokratis menjadi Monarchiheridetis. (Kerajaan turun temurun).
Beberapa Prestasi bidang ekonomi
Disamping ekspansi kekuasaan islam, Bani Umayah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatanya dispenjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersejata dan mencetak uang. 
Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (Qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, qadhi adalah seorang specialis dibidangnya. Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai didaerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata tulisan arab. Khalifah Abd al-malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam. 
Keberhasilan khalifah abd al-Malik dikuti oleh putranya al-Walid ibn Abd abd al-malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang-orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid megah.  
Dari deskripsi perkembangan berbagai segi ekonomi dan sector-sektor penunjangnya diatas dapat dilihat bahwa semua itu memerlukan pencatatan yang rapi, walaupun belum ditemukan literature memberikan informasi terdapatnya lembaga pencatatan dan akuntan yang terlibat dalam proses pembangunan tersebut, namun dari indikasi pembangunan diatas dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dicatatkan oleh lembaga tertentu ayng ditunjuk oleh kerajaan untuk memperlancar proses pembangunan tersebut. Dengan demikian di zaman Umayah ini hampir dipastikan telah terdapat proses pencatatan semacam lembaga akuntan yang memberikan input data-data akuntansi dalam pengambilan keputusan oleh pihak kerajaan.
b. Zaman Abbasiah
Dikatakan sebagai zaman keKhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa kekhalifahan ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Kekhalifahan Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik di zaman kekhalifahan Abbasiyah, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode: sebagai berikut :
 Periode Pertama (132H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama
 Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh turki Pertama
 Periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
 Periode kempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
 Peride kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanyanya hanya efektif di sekitar kota Baghdad
Beberapa catatan ekonomi yang dapat kita temukan dibukus ejarah pada masa kekhalifahan ini adalah pada masa kekhalifahan al-Mahdi (775 – 785 M), perekonomian mengalami perkembangan dengan adanya irigasi, meningkatnya pertambangan emas, perak, tembaga dan bessi dan semakin meningkatnya volume perdagangan melalui pelabuhan Basrah .
Dari perkembangan sektor ekonomi ini maka bisa dipastikan semua aktivitas ekonomi ini membutuhkan dan mengunakan pencatatan, namun memang belum ditemukan bentuk pencatatan yang rinci yang dilakukan dimasa ini, namun yang pasti akuntansi telah digunakan dimasa kekhalifahan Abbasiyah ini.
Daulat Abbasiyyah, 132--232 H. /750-847 M. memiliki banyak kelebihan dibandingkan yang lain dalam pengembangan akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada saat itu, masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi khusus (Specialized Accounting Books). 
Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa kehidupan negara Islam itu adalah sebagai berikut:  
 Daftarun Nafaqat (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan di Diwan Nafaqat, dan diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran Khalifah, yang mencerminkan pengeluaran negara.
 Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.
 Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabat-pejabat senior negara pada saat itu. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 41).
Umat Islam juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj, yaitu serupa dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or Accounts Receipable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa Parsi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab. 
Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap halaman dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. 
Penentuan jumlah pajak yang harus dilunasi didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul Kharaj (Undang-Undang Perpajakan). (Al Mazindarani 765 H./1363 M.)
Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:
• Ar Ra’ij minal mal, yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable Debts.
• Al Munkasir minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable Debts.
• Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Doubtful Debts. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 141).
Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang patut didapatkan, yaitu: pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap pekerjaan akuntansi, 
dan yang kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh terhadap penggambaran kondisi keuangan baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat. Sebab, penggambaran kondisi keuangan menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan kewajiban. 
Tidak diragukan lagi bahwa mereka mengetahui pentingnya inventarisasi para debitur untuk mengetahui apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa mendatang. Jika tidak, tentu mereka tidak segera mengelompokkan piutang dalam tiga kelompok tersebut. Pengelompokan ini adalah pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam. 
Hal ini mempertegas sekali lagi pentingnya zakat sebagai faktor asasi yang membantu pengembangan akuntansi. Hal ini jika tidak ada faktor lain, maka zakat adalah faktor yang pertama. Sebab, perhitungan zakat menuntut pentingnya inventarisasi para debitur dan kreditur untuk mengetahui pengaruh para debitur dan kreditur terhadap jumlah zakat.

c. Zaman Ustmani
Pada tahun 656 H/1267 M, Ustman anak Urtughril lahir. Ustman inilah yang kemudian menjadi nisbat (ikon) kekuasaan khilafah Utsmaniyah. Kekhalifahan Ustmani ini berlangsung dari tahun 1258 – 1924 M. dalam masa yang sangat panjang ini banyak sekali sultan erkuasa dengan cork dan karakteristiknya masing-masing.
Pada masa Muhammad al-Fatih, orang-orang Ustmani sangat memperhatikan lintas perdagangan dunia melalui jalur laut dan darat. Mereka mengembangkan cara-cara lama dan membangun sarana-sarana baru yang lebih baik, sehinga memudahkan arus perdagangan disemua wilayah. Ini semua membuat negeri-negeri asing terpaksa membuka pelabuhan-pelabuhan bagi warga negara Ustmani, demi melakukan pedagangan dibawah panji pemerintahan Ustmani. 
Dampak dari kebijakan umum terhadap sektor perdagangan ini, melahirkan kemakmuran dan kemudahan di seluruh negeri. Pemerintahan Ustmani memiliki mata uang sendiri. Pada saat yang sama, pemerintahan Ustmani tidak meninggalkan pembangunan di bidang industri dengan membangun sarana-sarana badan logistik, membuat senjata dan membangun benteng-benteng ditempat-tempat strategis 
Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam.
 Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan 
Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku--barangkali yang dimaksudkan adalah manuskrip-manuskrip--yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul :”Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat”. Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku “Risalah Falakiyah” tersebut. Dalam bukunya yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal berikut ini  
 Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.
 Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan.
 Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.
Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntansi yang populer pada saat itu, yaitu pada tahun 765 H./1363 M. antara lain:
• Akuntansi Bangunan.
• Akuntansi Pertanian.
• Akuntansi Pergudangan
• Akuntansi Pembuatan Uang.
• Akuntansi Pemeliharaan Binatang.
Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:” Ketika menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan basmalah, “Bismillahir Rahmanir Rahim”. Jika hal ini yang dicatat oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H./1363 M., maka hal ini pula yang disebut oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, “harus dimulai dengan ungkapan “Bismillah’.” (Brown and Johnson, 1963, hal. 28)
Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan di negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut:
 Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
 Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
 Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
 Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.
 Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya yang ada di kantor.
 Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut.
 Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
 Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu kelompok.
 Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber pemasukan-pemasukan tersebut.
 Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.
 Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.
 Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang sejenis itu saja.
 Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain.
 Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya 
Kalau kita perhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan, dengan sistem debet dan kredit.  
Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.
Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islam adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul Jami’ah. Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir bulan. 
Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jami’ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul Jami’ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami’ah tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jami’ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja. 

E. Berpindahnya Ilmu Akuntansi yang dipelopori Islam Ke Dunia Barat
Vangermeersch memandang bahwa tempat tumbuhnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) masih diperdebatkan. . Hal ini berarti bahwa dia tidak menerima bahwa tempat tumbuhnya sistem tersebut di Republik Itali. Dia beralasan bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam buku-buku akuntansi, yang merupakan suatu metode untuk memilah-milah data sesuai dengan kaidah-kaidah khusus yang telah dikenal secara umum . 
Berdasarkan hal tersebut, sebagian peneliti memandang bahwa masih diragukan, sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini atau yang mendekati hal itu telah dipraktikan secara meluas pada abad XIV , yakni mereka meragukan adanya praktik tersebut secara meluas di Itali pada abad XIV, terutama Pacioli hanya menyebutkan adanya praktik secara meluas tanpa menentukan tempatnya. Keraguan ini pada kenyataannya beralasan. 
1. Alasan pertama, yaitu kosongnya masa sejarah dari sejarah akuntansi, yaitu masa yang terjadi antara lenyapnya negeri antara dua sungai dan negeri Mesir di dunia Arab sampai abad XV secara umum. Secara khusus, ketika Pacioli menyebarkan bukunya yang mengandung satu bab tentang akuntansi, yaitu pada tanggal 10 Nopember 1494 M. Kekosongan ini hampir mendekati dua ribu tahun. 
2. Alasan kedua, yaitu penggunaan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi secara luas tidak diragukan lagi mengharuskan adanya suatu praktik kerja dan pusat-pusat pelatihan yang mampu mencetak pribadi-pribadi yang ahli dan mampu menggunakan sistem ini secara luas. Pada kenyataannya, pusat-pusat pelatihan semacam itu tidak ada di Itali, kecuali pada akhir abad XVI, yaitu setelah kurang lebih dua abad dari munculnya buku Pacioli. Pusat pelatihan para akuntan yang pertama di Itali didirikan di kota Venice pada tahun 1581 M., dan dikenal dengan nama Colege of Accountans. 
Setelah para peserta studi menerima ilmu dari lembaga tersebut, mereka diharuskan untuk berlatih (praktik kerja) di kantor-kantor akuntan yang telah teruji selama enam tahun, setelah itu, mereka diuji sebelum dapat mempraktikkan profesi akuntansi secara mandiri. Demikian pula praktik kerja belum memiliki wujud yang diperhatikan sebelum munculnya buku Pacioli. Hal ini kembali pada keterbelakangan ilmu yang dialami Eropa pada saat itu, yang dikenal dengan masa kegelapan.
Di antara yang patut diperhatikan adalah Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah ada sejak masa yang lama , tetapi ia tidak menyebutkan sejak kapan dan di mana sistem ini telah ada sejak lama. Apakah hal itu di dalam Republik Itali pada saat itu, ataukah di tempat lain. Demikian juga salah seorang peneliti, De Rover, berpendapat bahwa bab yang terdapat di dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah suatu bentuk nukilan dari apa yang ada pada saat itu beredar di antara para murid dan guru di sekolah aritmetika dan perdagangan (Venetian Schole) atau dalam bahasa Inggris Schools of Commerce and Arithmetic.
 Dengan demikian, Pacioli hanyalah penukil (Transcriber ) atau pencatat terhadap apa yang beredar pada saat itu . Sesungguhnya ucapan ini tampak diterima oleh akalnya, namun terganjal oleh adanya hubungan antara para pedagang muslim dan para pedagang Itali. Tetapi, pertanyaan yang muncul adalah: Siapakah yang menemukan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi? Di mana hal itu? Dan bagaimana sistem ini bisa beralih ke tangan orang-orang Itali?
 Mungkin dapat dikatakan bahwa pada saat Eropa hidup pada masa kegelapan, kaum muslimin telah menggunakan akuntansi dan ikut andil dalam mengembangkannya. Sementara itu, peradaban Islam, dalam pertumbuhan dan perkembangannya, berdiri di atas asas kebahagiaan manusia melalui hal-hal yang sesuai dengan syariâ’t Islam dan hal-hal yang dapat merealisasikan bagi manusia integrasi antara tuntutan-tuntutan spiritual dan tuntutan-tuntutaan material. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah Taâ’ala: 
                         •      
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”  

Orang-orang Arab, terutama di Makah, kemudian kaum muslimin setelah itu, menggunakan akuntansi untuk menentukan keuntungan dengan mengukur kelebihan yang ada pada aset mereka. Peradaban Islam selamanya telah disifati sebagai peradaban Arab. Tampaknya, hal ini dikarenakan kaum musliimin menggunakan bahasa Arab, yang merupakan bahasa AlQurâ’an. Di samping itu,karena orang-orang Arab adalah para pedagang yang tangguh di Eropa, Afrika, dan Asia. Pada hakikatnya, peradaban yang dikenal oleh masa Islam adalah bersumber dari Islam, dan pembangunnya adalah kaum muslimin. Peradaban Islam ini, dengan segala karakter, arah pandang, dan sumbernya, berbeda dengan seluruh peradaban sebelumnya dan yang sesudahnya. 
Oleh karena itu merupakan suatu kesalahan, mengatakan bahwa ia adalah peradaban Arab. Ia adalah peradaban Islam yang belum pernah ada bandingannya di dunia ini, sebelum dan sesudahnya. Di samping itu, Islam menolak fanatisme golongan, maka orang-orang yang ikut andil dalam membangun peradaban Islam bukan saja orang-rang Arab. Bahkan, banyak dari ilmu yang ditemukan dan dikembangkan oleh kaum Muslimin non-Arab. Dengan demikian tidak boleh menyandarkan peradaban Islam kepada orang-orang Arab saja atau kepada kelompok tertentu selain mereka. 
Kaum muslimin memiliki pengaruh yang besar terhadap orang-orang yang dijumpainya dari berbagai macam bangsa, melalui perjalanan dagang mereka. Sebagai contoh kami sebutkan pengaruh para pedagang Yaman terhadap orang Indonesia dan Malaysia, yakni mereka itu berpindah agama, dari Budha ke Islam.
Demikian pula, banyak orang-orang Eropa yang mengunjungi dunia Islam terpengaruh dengan apa yang mereka rasakan di negeri Islam. Banyak di antara mereka yang masuk Islam ketika mereka merasakan kekuatan pendorong yang merubah orang-orang badui yang memeluk Islam menjadi ulama’ dan pemimpin. Sebagian peneliti telah merasakan pengaruh peradaban Islam dan kaum muslimin terhadap dunia, yakni salah seorang dari mereka mengatakan bahwa para pedagang Itali telah menggunakan huruf-huruf Arab , di samping angka-angka Arab juga. 
Di samping itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh penduduk dahulu, dan sistem ini tersebar di Itali melalui perdagangan. Demikian pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan dan pengeluaran tunai pada lembaran-lembaran yang berhadapan dengan sistem debet dan kredit. . Tidak diragukan lagi, mereka itu adalah orang-orang Arab terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu diikuti oleh kaum muslimin. 
Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Itali melalui perdagangan, yang dimaksudkan adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin hubungan dagang yang kuat dengan orang-orang Itali; dan tidak ada seorang pun yang mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa kegelapan.
Tahun 1202 M. adalah tahun dimasukkannya angka-angka Arab dan aritmetika--yang keduanya ditemukan oleh kaum muslimin--ke Eropa, yaitu melalui buku yang ditulis oleh Leonardo of Pisa Putra Bonnaci (Fibonnaci) yang banyak melakukan perjalanan ke dunia Arab. . Tentu saja, hal ini bukan berarti akuntansi tidak sampai ke Itali melalui para pedagang muslim, sebelum tahun 1202 M. 
Sebab, sangat memungkinkan, hubungan dagang dan akibat yang ditimbulkannya seperti adanya hubungan cinta kasih antara kaum muslimin dan orang-orang orang Itali telah membuka jalan bagi penggunaan angka-angka Arab dalam skala yang terbatas, sehingga buku Leonardo of Pisa mendapatkan sambutan yang baik ketika terbit. Buku Leonardo of Pisa memuat bab-bab tentang aritmetika yang menjelaskan cara penjumlahan, pengurangan, menentukan harga, barter dan persekutuan-persekutuan terutama yang serupa dengan Syirkah Tadlamun. 
Buku ini mendapatkan perhatian besar dari para pedagang, karena menyajikan cara baru penomoran dari satu sampai sepuluh. Cara ini tidak akan disajikan kepada orang-orang Eropa di Itali kecuali setelah nyata berhasil penerapannya di negara Islam di sisi penemunya, kaum muslimin. Dengan sistem ini, masalah-masalah akuntansi yang dihadapi oleh para pedagang pada saat itu berhasil diselesaikan. Secara umum, bahasa Arab adalah bahasa yang populer di dunia Islam. Sebagian wilayah Islam bahasanya bukan bahasa Arab, namun bahasa mereka ditulis dengan huruf-huruf Arab. 
Sebagian studi menunjukkan bahwa huruf-huruf Arab digunakan dalam 39 bahasa selain bahasa Arab, di Asia. Afrika dan Eropa. Di antara bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi, Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek, Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yang ditulis dengan huruf-huruf Arab antara lain : Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah, Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah. 
Sedangkan di Eropa, bahasa yang menggunakan huruf Arab antara lain: Sanukan, Qazan, dan Qumnuk Sebagaimana telah dikatakan, orang-orang Eropa dan orang-orang Amerika mengkaitkan peradaban Islam dengan orang-orang Arab boleh jadi dikarenakan orang-orang Arab menjadi pelopor dalam penyebaran agama Allah, Islam. Di samping menyebarkan agama Allah, mereka juga menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan berkembang dari celah-celah Islam. Di antaranya adalah perdagangan, dan ilmu-ilmu yang lain.. Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam, berbagai penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika.  
Peradaban Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syaria’at Islam yang berasaskan pada Al Qura’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad bin Abdillah shallahu `alaihi wasallam, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat ridlwanullah a’alaihim. Sangat disayangkan, kita dapati sebagian penulis dari kalangan non Islam tidak berusaha memahami Islam secara benar, dan mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai dengan kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis.
 Di antaranya adalah definisi yang mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad shallallahu `alaihi wasallam, yaitu seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan banyak pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya. . Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur'an bukan dari sisi Allah. Salah satu penelitian modern yang dilakukan oleh salah seorang peneliti Muslim bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin dipetik dari Islam dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan tidak dapat diambil manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam  
Hal ini menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang hakikat Islam dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia, di samping apa yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan mereka. 

F. Al-Khitamah
Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islam adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul Jamia’ah. Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jamia’ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul Jamia’ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami’ah tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jamia’ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja. 
Berikut ini adalah contoh-contoh dari Al Khitamah :
    
Laporan keuangan per 1 Muharam sampai 30 Dzul Hijjah tahun .. H.

Sumber-Sumber Keuangan:
a) Pajak-pajak dari ... tanggal ...... 000
b) Pemasukan dari .. . tanggal ...... 000
Di samping itu adalah :
a) Pindahan dari tahun buku yang lalu 000
b) Penjualan-penjualan 000
c) Denda-denda 000
d) Wesel-wesel 000
  _____
Jumlah 000
Penggunaan Dana
a) Wesel-wesel ke kantor lain 000
b) Pembelian-pembelian kantor 000
c) Pengeluaran-pengeluaran lain 000
  000
Saldo 000

 Kalau kita perhatikan contoh laporan yang dikenal dengan nama Al Khitamah tersebut, sesungguhnya hal itu serupa dengan apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Qoimatu Mashadir Wastikhdamatil Amwal (Daftar Sumber dan Penggunann Keuangan). Hal ini menunjukan bahwa Al Khitamah adalah sumber rujukan bagi daftar yng digunakan sekarang ini, dan telah ada serta digunakan sejak berabad-abad yang silam.
 Sesungguhnya pembuatan laporan keuangan di negara Islam harus bersandar pada dokumen-dokumen yang mempertegas keberadaan dan kebenaran data-data yang dijadikan dasar untuk membuat laporan. Negara Islam telah mengenal penting pemenuhan dokumen-dokumen yang memadai untuk setiap transaksi.
 Sistem dokumentasi termasuk tuntunan syara’ yang asasi sesuai dengan Al-Qura’anul Karim yang merupakan sumber asasi dan utama dalam syariat Islam. Sebaik-baik mengenai hal itu adalah firman Allah ‘Azza Wa Jalla :
“ . . . . .dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya . . . . “
“ . . . . . . dan persaksikanlah apa bila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan .. . . . “  

Berdasarkan hal tersebut, maka merupakan suatu keharusan memenuhi dokumen-dokumen secara sempurna sebelum mencatat transaksi keuangan apa pun di dalam buku. Hal ini diperkuat oleh apa yang ditemukan di dalam perpustakaan Mesir, yaitu adanya bukti tanda terima (receipt) dari zaman negara Islam, yang didalamnya tertera tahun 148 H./756 M. receipt ini telah memenuhi persyaratan yang dituntut pada saat itu, dan sesuai dengan apa yang digunakan pada waktu sekarang. Hal ini merupakan bukti lain tentang kemajuan sistem akuntansi dan sistem dokumentasi masa negara Islam dalam bentuk yang tiada duanya. Bahkan, pengelolaan bukti transaksi pada masa kita sekarang ini hampir sesuai dengan apa yang digunakan pada masa negara Islam sejak abad I H. 
 Receipt-receipt yang berlaku pada masa negara Islam harus memenuhi persyaratan, yaitu memuat data-data pokok, yang di antaranya adalah : tanggal pengeluaran, jumlah, tempat pengeluaran, saksi transaksi, nama, tanda tangan dan sebab-sebab pembayaran. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 144 --145) . Persyaratan tersebut, yang berlaku pada masa negara Islam sejak abad II H. atau abad VIII M. adalah persyaratan yang berlaku sekarang ini, pada akhir abad XX M. Namun sumber-sumber Barat tidak menyebutkan sumber data-data yang digunakan pada masa sekarang ini, sebagaimana halnya Pacioli tidak menyebutkan sumber tulisannya.
 Ketika mengeluarkan receipt, yang digunakan pada masa negara Islam, receipt yang asli diberikan kepada yang membayar jumlah tersebut. Receipt yang asli ini dinamakan thiraz. Sedangkan salinan receipt tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar pencatatan di dalam buku akuntansi. Sebab, pencatatan di dalam buku-buku akuntansi bersandar pada dokumen-dokumen lain, yang dikenal dengan nama syahid. syahid ini termasuk dari dokumen-dokumen lain seperti receipt.  
Dengan demikian syahid menggambarkan tentang journal voucher. syahid ini dibuat oleh seorang akuntan disetujui oleh pimpinan kantor, atau menteri atau wakilnya. Persetujuan ini termasuk suatu bentuk perizinan untuk menggunakan syahid sebagai asas pencatatan di dalam buku. Persetujuan pimpinan kantor, atau menteri atau wakilnya dengan menulis kata “yuktab (dicatat)”. Dengan adanya persetujuan terhadap syahid itu, seorang akuntan melakukan pencatatan transaksi-transaksi di dalam buku-buku berdasarkan realitas syahid itu. Kemudian, akuntan tersebut menyimpan syahid tersebut dan tetap menjadi tanggung jawabnya sebagai petunjuk untuk transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku akuntansi, melalui pemberian kuasa oleh pimpinan kantor, atau materi atau wakilnya.

Apabila transaksi keuangan telah terjadi di luar ibu kota wilayah Islam, maka pelaksanaan seperti di atas harus diikuti juga dengan mengirimkan salinan syahid, ke ibu kota wilayah Islam. Ketika menerima salinan syahid, maka sulthan, (penguasa) memberikan stempel pada salinan syahid tersebut, atau disimpan sebagai dasar untuk pelaksanaan pembukuan kantor pusat. Hal ini menunjukan bahwa disana terdapat kegandaan dalam pencatatan transaksi keuangan yang terjadi di luar tempat tinggal sulthan, di ibu kota wilayah. 
Tampaknya istilah yang dikenal dengan Al Qaidul Muzdawaj (Pembukuan Ganda/Double Entry) dalam bahasa-bahasa asing, yang dicetuskan oleh buku Pacioli, boleh jadi bersumber dari hal ini. Ini hanya sekadar kesimpulan dari kami, dan kami tidak memiliki bukti pendukung yang mempertegas penggunaan istilah ini di dalam negara Islam. 
Di antara dalil-dalil lain yang menunjukkan perkembangan akuntansi di dalam negara Islam adalah adanya tuntutan asasi yang menghendaki pentingnya penyimpanan buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengannya secara sistematis, juga tuntutan untuk membuat indeks buku-buku dan dokumen-dokumen secara sistematis agar mudah dilihat sewaktu diperlukan, setelah selesai pencatatan di buku-buku dan selesai penyempurnaan penyimpanan dokumen-dokumen di map-map. Di samping itu, membuka buku-buku dan dokumen-dokumen tersebut, setelah tutup buku, harus memenuhi persyaratan tertentu yang intinya menghendaki pentingnya persetujuan salah seorang pegawai senior di kantor itu 
Di antara perkara lain yang memiliki pengaruh terhadap sistem akuntasi dan mendapatkan perhatian besar di negara Islam adalah Sistem Pengawasan Intern yang merupakan bagian penyempurna bagi sistem akuntansi. Sejak awal, negara Islam telah memiliki sistem pengawasan yang ketat terhadap pemasukan-pemasukan dan pengeluaran-pengeluaran, karena pemasukan negara Islam tidak saja berasal dari berbagai sumber, tetapi juga memiliki jumlah yang besar sekali. Sistem pengawasan yang diperlukan bagi sistem akuntansi dirancang dengan cara menampakan kekurangan macam apa pun di dalam kas negara secara langsung melalui ketidakseimbangan buku-buku. Di antara yang patut disebutkan adalah salah seorang sahabat yang mulia, yaitu “Amir Ibnul Jarrah berkirim surat kepada Amirul Mua’minin Khalifah Umar Ibnul Khaththab, radliyallahua’anhu, menjelaskan adanya kekurangan di Baitul Mal sebesar satu dirham. . 
Hal ini menunjukkan kehebatan sistem yang digunakan pada saat itu, dari satu sisi, dan dari sisi yang lain menunjukkan efektivitasnya. Demikian pula, Al Mazindarani di dalam bukunya pada tahun 765 H./ 1363M., menyebutkan bahwa sistem pengawasan intern memiliki signifikansi, dan digunakan di seluruh kantor . Hal inilah yang menegaskan bahwa Pacioli bukanlah orang pertama yang memberikan perhatian pada sistem pengawasan intern; juga termasuk sesuatu yang menunjukkan adanya hubungan antara manuskrip Al Mazindarani dan buku Pacioli, dari sisi kemungkinan Pacioli bersandar pada apa yang terdapat di dalam manuskrip Al Mazindarani.
Dari apa yang telah ditemukan mungkin dapat dikatakan bahwa perkembangan sistem akuntansi, pelaksanaan pembukuan, penentuan buku-buku akuntansi, sistem dokumentasi, laporan keuangan, dan sistem pengawasan intern di dalam negara Islam telah memberikan andil dalam mewujudkan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) dan perkembangnya. Namun, istilah yang kami gunakan ini, yaitu sistem pencatatan sisi-sisi transaksi, atau istilah yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) tidak digunakan di dalam negara Islam. 
Tetapi dapat kita simpulkan, sebagaimana telah dikemukakan, bahwa kegandaan pembukuan di setiap ibu kota wilayah dan tempat terjadinya transaksi boleh jadi merupakan penyebab timbulnya penggunaan istilah yang dikenal dengan pembukuan ganda (double entry). Ini dari sisi penggunaan istilah. Adapun dari sisi praktik, maka sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dari segi pelaksanaan pembukuan, bukan dari segi penamaannya, telah dicatat oleh Al Mazindarani di dalam bukunya pada tahun 765 H. /1363 M., namun dalam bentuk yang berbeda dengan apa yang disebutkan oleh buku Pacioli. Tetapi, perbedaannya tidak menyentuh inti pencatatan sisi transaksi . perbedaan ini hanya terjadi pada cara pengungkapan tentang sisi-sisi transaksi, sebagaimana terlihat jelas pada contoh-contoh berikut ini :

Contoh Pertama 
Tampaknya, contoh pertama ini sangat sulit dibaca, demikian juga contoh-contoh yang lain, karena tulisan itu sangat lama. Contoh-contoh ini terdapat di dalam manuskrip Al Mazindarani halaman 28 a. dan 28 b. Penulisan ulang (terjemahan) bagian-bagian tersebut mungkin penting bagi kita, yaitu sebagai berikut :

 Upah-upah
 Atas jaminan Al Fanar
 Tanggal 10 Jumadil Akhir 841 H.
 Dibayarkan kepada Abdullah, pegawai pencetakan uang
 Uang tunai yang dibayarkan 500 dinar

Gandum Kapas 
15 ember kecil x 3 dinar = 45 dinar 22 mann x 2,5 dinar = 55 dinar

Jumlah nilai barang dan uang tunai 600 dinar. 

Dari penjelasan contoh pertama sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka kita dapat memahami bahwa telah dilakukan pembayaran sejumlah 500 dinar secara tunai dan sejumlah 100 dinar dalam bentuk barang, yaitu 15 ember kecil gandum seharga 3 dinar per ember kecil. Jadi jumlah harga gandum yang dibayarkan kepada Abdullah adalah 45 dinar. Di samping itu, 22 mann kapas dengan harga 2,5 dinar per mann (seberat 2 kati). Jadi, jumlah harga kapas yang dibayarkan adalah 55 dinar. Dengan demikian total nilai barang yang dibayarkan adalah 45+55 = 100 dinar. Contoh pertama ini mungkin diungkapkan dengan bahasa lebih sederhana sebagai berikut :

-Upah yang dibayarkan secara tunai : 500 dinar
-Upah yang dibayarkan dalam bentuk barang: 100 dinar

 -Gandum 15 ember kecil @ 3 dinar 45
 -Kapas 22 mann @ 2,5 dinar 55  
  Total upah yang dibayar 600 dinar
Hal ini mungkin dapat diungkapkan dengan cara sekarang, sesuai dengan sistem akuntansi, yaitu sebagai berikut :

  Dinar Dinar
Upah 600
Kas 500
Gudang 100
Gandum 15 ember kecil @ 3 dinar 45 dinar
 Kapas 22 mann @ 2,5 dinar 55 dinar ___ ___  
  600 600 
   
(Dibayarkan kepada Abdullah secara tunai di samping gandum dan kapas)

Conto Kedua
Contoh kedua ini terdapat di dalam manuskrip Al Mazindarani halaman 30 a, 30 b, dan 31 a. Bentuknya yang asli ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
 
Alasan-alasan pengeluaran atas jaminan 
Tuan Najibuddin Al Balhi, kewajiban satu tahun penuh
pada awal Rabi`ul Akhir 842 H.

Stok barang 300.000 dinar
Pada neraca 280.000 dinar
Di antara hal itu dari wilayah 140.000 dinar

Beasiswa Biaya pembantu Biaya hidup pembantu lama 
60.000 dinar 20.0000 dinar 20.000 dinar

Biaya untuk pemasukan dan pengeluaran Derma-derma
20.000 dinar 20.000 dinar

Ithlaqiyyah 140.000 dinar  

Biaya kertas 80.000 Pembayaran pegawai gudang 60.000 dinar

Sisanya sesuai dengan susunan ini 20.000 dinar.
Di samping itu, dari pemasukan pertanian 30.000 dinar

Dari anggur kering Dari buah badam
 200 wiqr x 100 dinar=20.000 dinar. 50 wiqr x 200 dinar=10.000 dinar 

Jumlah yang ada pada konsultan dari sisa dan tambahan 50.000 dinar

 Dari contoh no. 2, kita pahami bahwa di sana ada barang di gudang senilai 300.000 dinar. Demikian pula telah diterima pendapatan berupa barang senilai 30.000 dinar. Jadi, total barang di gudang senilai 330.000 dinar. Dari total barang di gudang, dibayarkansenilai 140.000 dinar, yang diambilkan dari penghasilan wilayah. Dibayarkan juga jumlah yang serupa dari jumlah yang sah di dalam neraca yang dinamakan ithlaqiyyah.  
 Juga dibayarkan senilai 50.000 dinar kepada kepada orang yang diundang, Najibuddin Al Balhi. Kalau diperhatikan bahwa jumlah yang terakhir telah dibayarkan berupa barang. Sementara itu, kita dapati bahwa dua jumlah yang dibayarkan dari penghasilan wilayah dan dari perimbangan tidak ditentukan. Barangkali, keduanya dibayar secara tunai setelah barang-barang tersebut diubah menjadi tunai. Berdasarkan hal ini, kita dapat mengulang pengilustrasian contoh no. 2 dengan bahasa yang sederhana sebagaimana yang digunakan sekarang ini sebagai berikut:

  Dinar Dinar
Barang di gudang 30.000 

Bea siswa 60.000 Dinar
Gaji para pembantu 20.000
pensiun para pembantu 20.000 
Transport-transport 20.000 
Derma-derma 20.000 
Dari pemasukan wilayah 140.000
Kertas-kertas dan keperluan kantor 80.000 dinar
Dibayarkan kepada pegawai gudang60.000
Ithlaqiyyah (neraca) 140.000
Dibayarkan kepada Najibuddin Al Balhi 50.000
Anggur kering 200 wiqr
@ 100 dinar 20.000 dinar
Buah badam 50 wiqr 
@200 dinar 10.000 dinar
Pemasukan pertanian 30.000
   
  330.000 330.000
   
 
   
Hal ini dapat diilustrasikan ulang dengan cara sekarang dari segi akuntansi sebagai berikut
  Dinar Dinar
Bea siswa 60.000
Gaji Pembantu 20.000
Gaji pensiunan pembantu 20.000
Biaya transportasi 20.000
Derma-derma 20.000
Kertas-kertas dan kebutuhan kantor 80.000
Gaji pegawai gudang 60.000
Untuk jaminan Najibuddin Al Balhi 50.000
Barang di gudang 300.000
Pemasukan penghasilan
 pertanian 30.000
Anggur kering 
200 wiqr x 100 dinar 20.000 dinar
Buah badam
50 wiqr x 200 dinar 10.000 
  ------------ ---------------
  330.000 330.000
   
 Dari contoh no 1 dan 2, kita melihat adanya pencatatan sisi-sisi debet dan kredit, meskipun metode yang dipakai oleh Al Mazindarani berbeda dengan metode sekarang sebagaimana yang disebutkan Pacioli. Namun kita dapati tegaknya asas-asas yang membatasi sisi-sisi debet dan kredit, yang kita namakan Thariqah Itsbat Athrafil Mu`amalat (Sistem Pencataan Sisi-Sisi Transaksi), dan orang-orang banyak menamakannya Thariqah Al Qaidul Muzdawaj (Sistem Pembukuan Ganda/Double Entry) sebagai terjemahan dari apa yang ditulis oleh Pacioli. Berdasarkan hal tersebut minimal dapat dikatakan bahwa Sistem Pencatatan Sisi-Sisi Transaksi asasnya telah terdapat di dalam negara Islam meskipun dengan sistem yang berbeda dengan apa yang disebutkan oleh Pacioli, yaitu melalui catatan-catatan yang ada sampai waktu sekarang. Barangkali para peneliti masa mendatang akan menemukan catatan-catatan sejarah dari masa negara Islam dengan berbagai tahapannya, yang menunjukkan bahwa kaum muslimin menggunakan suatu sistem yang lebih berkembang untuk pencatatan sisi-sisi transaksi, menyerupai apa yang disebutkan oleh Pacioli.  
  
 Adapun contoh no 3. menunjukkan data-data sebagai berikut:
Stok barang 300.000 dinar
Neraca 320.000
Di antara hal itu pada wilayah 150.000
Bea kuburan Gaji Pembantu Sultan Pensiun para pembantu
60.000 dinar 50.000 dinar 40.000 dinar  
Ithlaqiyyah darinya 170.000 dinar
Tuan Karkir Akji Amir Ali Bakawul
120.000 dinar 50.000 dinar
Tambahan pada pokok 20.000 dinar

Dari informasi keuangan yang disebutkan di sini dalam contoh no. 3, dapat kita pahami sebagai berikut:
Sesungguhnya di sana ada stok barang senilai 300.000 dinar, dan jumlah yang sah “neraca” adalah 320.000 dinar. Ini menunjukkan adanya kekurangan senilai 20.000 dinar, dan inilah yang ditunjukkan dengan ungkapan “tambahan pada pokok”. Demikian pula kita pahami bahwa jumlah yang sah tersebut telah dibelanjakan sebagai berikut: 150.000 dinar untuk pengeluaran wilayah, terdiri dari 40.000 dinar untuk perbaikan kuburan Amirul mu’minin Husain, 60.000 dinar dibayarkan kepada pembantu Sulthan, dan 50.000 dinar dibayarkan kepada para pembantu yang pensiun. 
Di samping itu, telah dibayarkan sejumlah 170.000 dinar, yakni 120.000 dinar kepada Tuan Imad sebagaimana terlihat di dalam jumlah khusus di dalam neraca, dan 50.000 dinar tidak dikhususkan dalam neraca dibayarkan kepada Tuan Amir Ali. 
 Berdasarkan apa yang telah dikemukakan, dapat kita ulang pengilustrasian contoh no. 3 dengan bahasa yang sederhana sebagaimana yang digunakan pada masa sekarang sebagai berikut:
Barang di gudang 300.000 dinar
Derma untuk perbaikan kuburan 
Amirul mua’minin Husain 40.000 dinar
Gaji pembantu Sultan 60.000 
Pensiun para pembantu 50.000
Tuan Imad direktur pengelola 
gudang (dari dalam neraca) 120.000
Amir Ali, kasir 
(dari luar neraca) 50.000
Tambahan pada pemasukan 
(kekurangan) ------------ 20.000
  320.000 320.000
   

 Dengan sistem sekarang dari sisi akuntansi, pengilustrasian no. 3 dapat diulang sebagai berikut:
  Dinar Dinar  
Derma perbaikan kuburan
Amirul mua’minin Husain 40.000
Gaji pembantu Sulthan 60.000
Pensiun para pembantu 50.000
Tuan Imad, pengelola gudang 120.000
Amir Ali, kasir 50.000
Barang di gudang 300.000
Kekurangan neraca 20.000 ----------  
  320.000 320.000
 Sekali lagi kita dapati bahwa contoh no 3 membatasi macam-macam pengeluaran dan jumlahnya sebagaimana pula membatasi sisi-sisi yang menentukan pengeluaran.  
   
 Adapun contoh no. 4 semisal dengan contoh no. 3 dari segi topik, sehingga tidak perlu dijelaskan . Contoh no. 4 berisi hal-hal berikut ini:
Stok barang 300.000 dinar  
Dari jumlah itu dikeluarkan 240.000 dinar 
Neraca 150.000 dinar
Bea siswa Gaji pembantu Persiun para pembantu
40.000 70.000 dinar 40.000 dinar 
Ithlaqiyyah darinya 90.000 dinar
Tuan Imaduddin Karkir Akji Ali Bakawul  
60.000 30.000 dinar
Sisa pada pekerja 60.000 dinar

Penjelasan contoh no. 4 tidak berbeda dengan contoh no. 3 dari segi substansinya, maka kami tidak mengulanginya. Namun, kami hanya mengulang pengilustrasian contoh no. 4 dengan bahasa sederhana sebagaimana yang digunakan sekarang, yaitu sebagai berikut:

  Dinar Dinar  
Barang di gudang 300.000  
Bea siswa 40.000  
Gaji pembantu 70.000  
Pensiun para pembantu 40.000
Imaduddin, pengelola gudang 60.000 
Ali, kasir 30.000
Sisanya pada pekerja 60.00 -----------  
  300.000 300.000 
Adapun sistem sekarang dari sisi akuntansi, pengilustrasian contoh no. 4 dapat diulang sebagai berikut:
  Dinar Dinar  
Bea siswa 40.000 
Gaji pembantu 70.000
Pensiun para pembantu 40.000
Imaduddin, pengelola gudang 60.000
Ali, kasir 30.000
Barang digudang 240.000
  ----------- ------------  
  240.000 240.000  
   
  H/ Barang di gudang
Bea siswa 40.000 saldo 300.000
Gaji pembantu 70.000
Pensiun para pembantu 40.000 
Imaduddin, pengelola
gudang 60.000
Ali, kasir 30.000 
  240.000 300.000
   
G.Faktor yang menyebabkan berkembangnya akuntansi islam
 Salah seorang penulis mengatakan bahwa setiap ilmu tumbuh dari suatu kemahiran yang diupayakan. Sebelum menjadi ilmu, harus ada praktik dan pengalaman, berdasarkan hal ini, maka ilmu itu merupakan hasil dari pengalaman yang menentukan tanda-tanda ilmu tersebut. 
 Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Heaps, maka munculnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi atau yang dikenal dengan nama sistem pembukaan ganda (double entry), baik sebagai ilmu maupun sebagai seni, atau sebagai yang lain, harus tumbuh dari suatu kemahiran yang diupayakan. Kemahiran yang diupayakan ini harus tegak di atas adanya suatu praktik kerja. Demikian pula, praktik kerja ini bukan lahir dengan sendirinya, namun tegak di atas suatu bangunan yang tinggi dan kokoh. 
Bangunan yang tinggi nan kokoh ini adalah pengetahuan yang turun menurun dari generasi ke generasi. Jadi, hal ini mempertegas bahwa pengetahuan yang dapat menumbuhkan adanya praktik kerja dan kemahiran untuk sistem pencatatan sisi-sisi transaksi asasnya telah ada di negara Islam, yang timbul karena adanya berbagai faktor. Sementara itu, kami tidak melihat adanya faktor apa pun yang membantu perkembangan ini di dalam Republik Itali. Di antara yang patut disebutkan bahwa akuntansi yang kami lihat praktiknya di dunia Arab, kemudian perkembangannya di dunia Islam, telah dijelaskan oleh Al Mazindarani bahwa itu merupakan suatu ilmu. 
Baik sebagai ilmu atau seni, atau yang lain, di sana terdapat berbagai faktor yang ikut andil, atau pada hakikatnya mengundang pekerjaan akuntansi di negara Islam. Faktor-faktor ini berkaitan erat dengan kebutuhan-kebutuhan negara Islam dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin secara pribadi. Di antara faktor-faktor tersebut adalah pendirian kantor-kantor pemerintahan, speisialisasi kemampuan, dan kebutuhan terhadap adanya pegawai yang kapabel. 
Di samping faktor-faktor tersebut yang erat kaitannya dengan kebutuhan negara Islam, di sana terdapat faktor lain yang ikut andil dalam peletakan dasar-dasar akuntansi dan mendorong pengembangan akuntasi di dalam negara Islam, dari sisi kebutuhan pribadi muslim, yaitu faktor zakat. Sebab, seorang muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang membantu dirinya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim dari segi perhitungan zakat yang harus dikeluarkan sesuai dengan syaria’at Islam, yang merupakan salah satu rukun Islam.
Pendirian kantor-kantor pemeintahan berakitan erat dengan sistem administrasi, sejak pendirian awal negara Islam di Madinah Al Munawwarah pada tahun 622 M., yaitu pada tahun pertama Hijriyah. Pada saat itu, kantor-kantor pemerintahan dikenal dengan nama Dawawin, dan bentuk tunggalnya adalah diwan . Kata diwan berasal dari kata Parsi, tetapi definisi dan penggunaanya telah berjalan di negara Islam. Kata diwan artinya adalah tempat bekerja para pegawai, yaitu tempat pencatatan dan penyimpanan buku-buku . Ibnu Khaldun berkata, Asal penamaan ini adalah, pada suatu hari Kisra melihat para pegawai di kantornya sedang menghitung sendiri, seolah-olah mereka berbicara (sendiri). Lalu, Kisra berkata, “Diwanaha” Arti kata tersebut adalah “gila” lalu tempat mereka itu dikatakan “Diwanaha” Karena kata tersebut sering diucapkan, huruf hanya dibuang untuk mempermudah pengucapan, dan menjadi kata “diwana’ (hal. 268)
Tampaknya, kata diwan telah digunakan bersamaan awal reformasi sistem kantor-kantor pemerintahan dalam bentuk yang lebih baik dari yang sebelumnya. Salah satu ensiklopedi ilmiah menyebutkan bahwa sistem resmi pertama untuk diwan-diwan telah dibuat sekitar tahun 14 H./634 M. yakni pada masa Khalifah Umar Ibnul Khaththab radliyallahhu’anhu. 
 Adapun spesialisasi kemampuan memepunyai signifikansi, karena adanya pembagian fungsi dan pekerjaan di negara Islam. Hal ini telah dimulai pada masa kehidupan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam . Demikian pula hak dan kewajiban para pegawai di semua level dari sistem administrasi telah dikenal sejak pendirian negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi wasallam memiliki 42 penulis yang memiliki spesialisasi di dalam pemerintahannya yang didirikan di Madinah. Setiap pegawai memiliki peran tertentu, demikian pula kewajiban dan gaji mereka juga tertentu dan jelas. 
 Adapun para pegawai yang kompeten telah mendapatkan perhatian dari negara Islam. Sejak awal, negara Islam telah menaruh perhatian pada pemilihan pegawai yang berspesialisasi. Demikian pula kebijakan Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi wasallam dalam memilih pegawai, yaitu dari orang-orang yang beliau pandang memiliki kapabilitas dan kapasitas untuk menduduki jabatan. Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam memilih para pegawai itu dari para sahabatnya yang memiliki kapabilitas serta kemampuan dan kelayakan untuk menerima jabatan. 
Di negara Islam, para akuntan terbagi dalam tujuh fungsi, enam fungsi berkaitan dengan pekerjaan akuntansi, dan satu fungsi khusus untuk mengoreksi pembukuan. Fungsi pengoreksian pembukuan memiliki kepentingan khusus, hal ini serupa dengan yang kita namakan muraja’atul hisabat ( pengoreksian pembukuan/auditing), atau tadqiqul hisabat (pengakurasian pembukuan), atau ar riqabatul kharijiyyah (pengawasan ekstern). Namun, kami hanya menganggap penamaan yang pertama sebagai ungkapan yang paling tepat untuk watak pekerjaan tersebut. Adapun penamaan kedua dan ketiga, kami pandang tidak sesuai dengan watak pekerjaan tersebut dan tugas yang diberikan kepada auditor. Tugas auditor adalah memeriksa apa yang telah dibukukan . Al Qalqasyandi telah menggambarkan tugas seorang auditor dan kebutuhan terhadapnya. 
Dia berkata, Enam yang lain tidaklah terpelihara dari sifat lupa dan kesalahan dalam menghitung atau mencatat, sebagaimana yang sudah terkenal bahwa manusia itu tidak melihat kesalahan-kesalahannya sendiri tetapi melihat kesalahan-kesalahan orang lain, maka pimpinan kantor harus memilih seseorang untuk mengoreksi pembukuan. Orang yang dipilih tersebut harus menguasai bahasa Arab, hafal Al Qur’anul Karim, cerdas, berakal, jujur, tidak menyakiti orang lain. Ketika seorang auditor merasa puas terhadap isi buku yang dikoreksinya, dia harus memaraf buku tersebut sebagai tanda bahwa dia telah puas dan menerima isi buku tersebut. 
 Adapun zakat juga termasuk bagian dari unsur-unsur yang ikut andil dalam pengembangan akuntansi di negara Islam. Ini jika tidak termasuk unsur asasi. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, dan di negara Islam, dibayarkan kepada Baitul Mal. Baitul Mal ini sekarang dinamakan Perbendaharaan Umum atau Perbendaharaan Negara. Al Qur’anul Karim telah menentukan sumber-sumber yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan obyek-obyek penyalurannya sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala:
                          
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.”  

Seorang muslim wajib membayar zakat, maka seorang muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang dapat membantunya dalam menentukan jumlah zakat yang harus dibayarnya. Oleh karena itu, kami tidak menganggap mustahil bahwa masalah penentuan jumlah zakat merupakan faktor asasi yang mengantarkan kepada pengembangan akuntansi di negara Islam. Hal itu agar seorang muslim dapat mengetahui perubahan-perubahan pada hartanya, dan selanjutnya adalah perhitungan zakat yang harus dikeluarkan karena bertambahnya harta seorang muslim selama satu tahun penuh, di samping dari laba yang diperoleh dari modal yang berputar.
Perkembangan akuntansi di negara Islam mencapai puncaknya dalam membangun pengertian akuntansi sebagai suatu sarana untuk pengambilan keputusan sebagai tujuan asasi bagi penggunaan akuntansi. Anehnya, hal inilah yang menjadi tujuan penggunaan akuntasi pada masa kita sekarang ini. Para penulis sekarang ini mengaku bahwa merekalah yang mengembangkan pengertian ini pada abad sekarang. 
Pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya telah berkembang dari sekadar sebagai sarana untuk menentukan modal di akhir periode V dan untuk mengukur keuntungan melalui selisih modal pada dua priode, hal ini terjadi pada masa sebelum Islam, menjadi sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan penentuan tanggung jawab, hal ini terjadi pada berbagai masa negara Islam. Al Qalqasyandi berkata, “Seorang akuntan harus berpegang pada aturan-aturan atau format-format yang telah disiapkan sebelumnya, dan tidak boleh melanggar selamanya”. (hal. 54). 
Hal ini menunjukkan perkembangan akuntansi dan adanya sistem pengawsan intern yang berkaitan erat dengannya. Semuanya itu diprogram, diinterpretasikan, dan diaplikasikan menurut syariat Islam. Demikian pula perkembangan dalam pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya ini terlihat dalam perkataan Al Qalqasyandi yang lain. Dia berkata, “Sesungguhnya pekerjaan akuntansi dibangun atas dasar kenyakinan” (hal. 154). 
Perkataan ini, secara khusus, memantulkan dalam pemikiran kami akan pentingnya sistem dokumentasi. Sebab, hitungan-hitungan yang dicatat dalam buku harus diyakini kebenarannya; dan keyakinan ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya bukti-bukti yang memadai yang dapat menetapkan terjadinya transaksi dari satu sisi, dan kebenaran pencatatan di dalam buku dari sisi yang lain.
Imam Ghazali menyebutkan bahwa faktor yang mendukung perkembangan pengertian akuntansi, dan selanjutnya adalah perkembangan tujuan penggunaan adalah perhatian terhadap pengawasan diri. (juz XV, hal. 6-7). Sesunguhnya asas dalam pengawasan diri adalah takut kepada Allah. Ini adalah ciri seorang muslim penganut aqidah yang mengetahui bahwa Allah melihatnya. Selanjutnya, dia akan mengawasi dirinya karena dia mengetahui di sana ada Pengawas yang dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh manusia, dan dapat mendengar apa yang tidak dapat didengar oleh selain-Nya di antara makhluq-makhluq-Nya. Hal ini tampak jelas di dalam firman Allah Tabaraka Wa Ta’ala:
                                
“Dan jika kamu melihatkan apa yang ada di hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”  

 Pengawasan diri inilah yang menjadikan seorang muslim menghisab dirinya sebelum dihisab, khususnya mereka yang memiliki nafsu lawwamah. Dalam hal ini, Khalifah Umar Ibnul Khaththab radliyallahu `anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab; timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbangkan; dan bersiap-siaplah kalian untuk menghadapi penampakan amal”
 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari rangkaian sejarah diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam sejarah peradaban islam telah lama dikenal Akuntansi, bahkan semenjak pra islampun telah ada praktek akuntansi di bangsa arab untuk memperlancar proses perdagangan yang menjadi cirri khas utama dalam budaya bangsa arab.
Dalam perkembangannya memang sedikit literature yang membahas bahwa sesungguhnya islam telah lama mengenal akuntansi itu sendiri, semacam ada kesengajaan pembelokan sejarah padahal dari paparan diatas jelas sekali sebelum barat berbicara dan menulis tentang akuntansi islam telah dengan detil sekali membahas dan mepraktekkan akuntansi, sebagai bukti dapat dilihat pada masa-masa keeasan islam semisal Kekhalifahan Ustmani.
dan ada beberapa faktor yang sebenarnya yang mempengaruhi akuntansi islam dapat berkembang dahulu, dan ada beberapa keunggulan strategi para ekonom islam dahulu sehingga akuntansi dapat diketahui seluruh dunia.
Tapi sayangnya orang barat yang pertamanya belajar dari islam mereka malahan mengaku bahwa teori tersebut mereka membuatnya, disinilah letak atau punca jatuhnya akuntansi islam. Dan ada beberapa contoh yang laporan atau pencatatan dan pengakuan yang dilakukan oleh bangsa arab dahulunya
B. Saran
Kita sebagai mehasiswa yang berlatar belakang ekonomi syari’ah mari kita gali kembali akuntansi syari’ah yang selama ini telah diambil oleh bangsa arab, dan mereka mengaku merekalah yang membuatnya
 
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an, dan Terjemahan, edisi Revisi, Departemen Agama, “Mahkota” Surabaya, 1990
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Ustmaniyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2003 (www.indoskripsi.com)
Badri Yatim, Dr, MA, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Rajawali Press, Jakarta 2001. (www.indoskripsi.com)
Husein Syahatah, Dr. Pokok-pokok pikiran Akuntanssi Islam, Akbar Jakarta, 2001(www.indoskripsi.com)
http://www.tazkiaonline.com; Sejarah Akuntansi di Negara Islam, Mei 2003, pada www.indoskripsi.com
Ibrahim Lubis, H,Drs, Bc. Hk.Dipl.Ec, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Kalam Mulia, Jakarta, 1994 (www.indoskripsi.com)
Imam As-Suyuti, Tarikh Khulafa’, Sejarah penguasa Islam: Khulafa’urrasyidin, Bani Umayah, Bani Abbasiyyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2001.(www.tazkia.com)
Muhamad, Prinsip-prinsip akuntansi dalam Al-qur’an, UII Press Yogyakarta, 2000. (www.tazkia.com)
Adiwarman Karim, Ir, SE, M.A, Ekonomi Mikro Islami, IIIT Indonesia, 2002
Adiwarman Karim, Ir, SE, MA, Sejarah Ekonomi Islam, IIIT Indonesia, 2002
Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi, Umar Bin Khattab, Pustaka Azzam, Jakarta 2002. (www.tazkia.com)
Sofyan Syafri Harahap, PhD, M.Acc, Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam, Pustaka Quantum Jakarta, 2001
Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawy, Sirah sahabat, Keteladanan Orang-orang di sekitar Nabi, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2002 (www.tazkia.com)
Sejarah Akuntansi dalam Lintasan sejarah islam, www.tazkia.com

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGENDALIAN PEMASARAN

single entry dan double entry

uang dalam ilmu makro ekonomi islam